Terkait Usulan Pahlawan Nasional Terhadap KH. Achmad Siddiq, Bupati Faida Bahas Kembali Bersama LP3M UEJ

Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR kembali membahas usulan gelar Pahlawan Nasional untuk KH Achmad Siddiq dengan Tim Task Force Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember yang dipimpin Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd.

Bertempat di Pendapa Wahyawibawagraha, Senin 13 Mei 2019, kali ini bupati menyatakan akan ada pendampingan tata negara dari Pemkab Jember untuk usulan tersebut. Ini disampaikan setelah mendapat penjelasan lampiran usulan tersebut dari tim.

Salah satu anggota tim, M. Haidlor dalam paparannya menjelaskan usulan tersebut dalam konteks kekinian, yakni pasca reformasi dan ideologi Pancasila yang mulai memudar. Juga terkait dengan kondisi sosial mutakhir dengan menguatnya radikalisme yang akan mengancam eksistensi Pancasila kedepan.

Haidlor juga menjelaskan dalam konteks sosial dan politik yang berkembang pada masa penerimaan asas tunggal Pancasila. "Pada waktu itu resistensi terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa mendapat tantangan kuat, terutama dari kalangan umat Islam, dan NU melalui Munas dan Muktamar mengakhiri polemik dengan menerima asas tunggal Pancasila sebagai ideologi bangsa," terangnya.

Dalam Munas NU tahun 1983 dan Muktamar NU tahun 1984, masih jelas Haidlor, KH. Achmad Siddiq memberi solusi dari perdebatan para ulama dengan menerjemahkan Khittah NU yang perlu menerima Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara.
Inti dari pendapat KH. Achmad Siddiq saat Munas dan Muktamar, NU harus menerima Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan perwujudan dari nilai-nilai ajaran Islam, dan Pancasila itu sangat relevan dengan fiqih ahlussunnah waljamaah dan konteks kebangsaan.

Implikasi dari pendapat tersebut yaitu terjadinya perubahan konstelasi sosial politik bangsa. Penerimaan masyarakat luas terhadap nilai dan norma Pancasila, serta ekstensi Pancasila dalam pembangunan bangsa kedepan.

Disampaikan pula dasar hukum pengajuan usulan tersebut. Diantaranya UU no 20 tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Perpres no 5 tahun 1964 tentang pemberian penghargaan/tunjangan kepada perintis kebangsaan atau kemerdekaan dan undang-undang lainnya.

Dalam lempiran yang disertakan menunjukkan riwayat pendidikan KH. Achmad Siddiq, yang menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Islam di Jember, kemudian pindah ke Madrasah Salafiyah Pesantren Tebuireng Jombang hingga kelas 6.

"Beliau dijuluki kutu buku (kitab), karena memiliki banyak kitab. Dengan gaya bicara yang sangat khas memikat orang ketika berinteraksi, dan menjadi mitra diskusi dalam perumusan konsep-konsep strategi," ujar Haidlor.

Tentang karir dan pengabdian KH. Achmad Siddiq, dijelaskan saat berumur 19 tahun telah menjadi koordinator Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) wilayah Jember, Besuki dan Jawa Timur. Juga pernah menjadi Sekpri KH.Wahid Hasyim pada saat menjadi menteri agama di Zaman Ir. Soekarno, serta pernah menjadi anggota DPR RI.
"Kemudian masih banyak lampiran lampiran pendukung pengusulan gelar kepahlawanan KH. Achmad Siddiq," Haidlor.

Menanggapi paparan tersebut, Bupati Jember Faida menjelaskan langkah Pemerintah Kabupaten Jember untuk mengawal usulan tersebut. "Nanti dalam tim ini ada pendampingan akhir tata negara dari Pemkab yang akan dilibatkan, dan akan ada pengawalan, tutur Bupati.

Bupati juga mengungkapkan rasa senangnya. "Saya puas karena tim menerima tantangan bupati.  Yang mau diusulkan ini sudah tiada,  sebagai penerus kita harus serius menindaklanjuti." Pungkasnya. (Ren).

Share:

0 komentar