Ajarkan Metode Welas Asih, Merupakan Cara Disiplin Positif

JEMBER, Share Indonesia.id - Pendisiplinan positif menjadi metode untuk mengajarkan seorang siswa memiliki sifat welas asih.

Apa itu disiplin positif?

Irfan Amalee, pemateri dalam Compassionate School, memaparkan materi disiplin positif kepada sejumlah guru di Pendapa Wahyawibawagraha, Kamis, 14 November 2019.

Displin positif, menurut pria yang akrab disapa Irfan ini, yaitu pendisiplinan yang bukan berdasarkan hukuman dan hadiah, tapi berdasarkan internal anak atau siswa.

“Sehingga, tidak ada anak yang merasa sesuatu karena dipaksa atau karena takut hukuman, atau karena takut termotivasi oleh faktor eksternal seperti hadiah,” tuturnya.

Hal ini diyakini dapat menumbuhkan sifat empati, sikap welas asih dari dalam diri secara pribadi anak-anak.

Kepada para guru peserta compassionate school, Irfan membagikan pengetahuan teknis tantang disiplin positif ini.

Menurutya, untuk menerapkan disiplin positif, seseorang  harus tegas tetapi tetap welas asih. “Jika hanya tegas, anak-anak menjadi takut. Tapi, jika terlalu welas asih anak-anak menjadi susah dikendalikan,” tuturnya.

Untuk bisa menerapkan hal itu, lanjutnya, seseorang harus membangun hubungan dengan anak atau siswa itu, sebelum mengoreksi mereka.

“Jadi, bukan bilang jangan ini – itu, tetapi kita harus membangun dulu hubungan dengan anak-anak. Harus mengendalikan emosi kita dulu, sebelum mengendalikan emosi anak-anak,” lanjutnya.

Lebih jauh, untuk bisa menerapkan hal ini, seorang guru diharapkan dapat melakukan sifat unlearn yaitu menghapus lagi metode-metode lama dan megoreksi lagi materi lama itu.

“Karena belum tentu metode lama transkipnya masih relevan dengansekarang,” jelasnya.
Seorang guru juga harus dapat melakukan sifat lelearn, yaitu mempelajari hal-hal baru, karena tantangan sekarang berubah.

“Jadi kita tidak bisa menggunakan cara-cara lama untuk tantangan-tantangan baru,” katanya lagi.

Materi disiplin positif, bagi Nurul, menyampaikan pelajaran tentang keberanian untuk menyuarakan pendapat, salah maupun benar.

Guru TK di Balung ini menyatakan, ia akan mengubah cara mengajar, dari yang memberikan hukuman ke sesuatu yang relevan dan sesuai.

“Karena tidak sambung kalau hukuman itu berupa mengaji. Ini berati Al-Qur’an adalah hukuman. Jangan sampai anak berfikir Al-Qur’an sebagai hukuman,” katanya.

Nurul menyatakan, bahwa program ini bagus, sehingga membuat guru bisa memilah-milah hal yang harus dan pantas dilakukan kepada anak.

“Agar anak-anak itu tahu atau mengerti tidak akan melakukan atau berbuat lagi kesalahan, tetapi dia sadar dari alam bawah sadarnya. Jadi kita harus melatih bawah sadarnya agar sadar secara pribadi,” jlentrehnya.(tim*).

Share:

0 komentar